Menelisik Kisah Nabi Musa Berbicara dengan Allah

Nabi Musa AS. adalah utusan Allah SWT. yang membawa ajarkan tauhid kepada masyarakat Mesir, Jika kita teliti saat membca Al quran, kita akan mendapat banyak sekali kisah Nabi Musa AS. yang di ceritakan secara berulang di dalm Al quran. Di antara nya adalh kisah pertarungan beliau dengan Firaun yang akhir nya berhasil beliau menangkan, sehinga banyak dari pengikut bahkan penyihir utusan Firaun mengimani ajaran tauhid yang  beliau bawa. Begitu pun kisah beliau ketika membelah laut merah dengan tongkat nya, saat tengah di kejr Firaun dan tantara nya.

Selain dua cerita tersebut, ada satu mukjizat Nabi Musa AS. yang juga beberapa kali di sebut di dalam Al quran , Yang mana mukjizat ini lantas menjadi titik perdebatan kelompok kelompok Islam dalam memaknai kebolehan kita melhat Allah SWT. Yakni, mukjizat Nabi Musa AS. berbicara langsung dengan Allah SWT. tanpa perantara, yang ter maktub dalam surat al-A’raf ayat 143.

“Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepada nya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkan lah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihat lah ke gunung itu, jika ia tetap di tempat nya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhan nya menampak kan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkta, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalh orang yang pertama-tama beriman”

 (saat Firaun ditenggelamkan Allah SWT.) Nabi Musa AS. lantas bersama pengikut  nya berjalan ke arah Selatan Mesir. Ketika beliau telah menemukan tempat yang aman bagi pengikut nya, beliau kemudian berpamjtan untuk pergi bermunajat ke Gunung Sinai. Dengan harapan Allah SWT. akan memberi petunjuk kepada beliau beserta umat nya setelah melewat berbagai rintangan. Setelah bermunajat selama empat puluh hari, akhir nya Allah SWT. memberikan isyarat isyarat kepada Nabi Musa AS. tentang apa yang harus beliau sampakan kepada pengikut nya. Pada saat itu juga, terjabi lah percakapan antara Allah SWT. dan Nabi Musa AS. secara langsung sebagaimana yang di kisahkan dalam ayat Al quran di atas.

Menarik nya, isi percakapan Nabi Musa AS. dan Allah SWT. yang termaktub dalam ayat tersebut lantas menjadi landasan argumentasi muslim Ahlusunnah wal Jamaah atas kebolehan melihat Allah SWT, di saat banyak kelompok Islam selain Ahlusunnah wal Jamaah yang justru mengamini sebalik nya. Dari ayat di atas, muslim Ahlusunnah mendapat kan empat dalil penting yang menunjuk kan kebolehan kita melihat Allah SWT.

Pertama, dalam ayat tersebut di kisahkan Nabi Musa AS. meminta Allah SWT untuk menampak kan diri sehinga beliau bisa melihat-Nya; قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَ “Ya Tuhanku, tampakkan lah (diri-Mu) kepada ku agar aku dapat melihat Engkau.” Hal ini menuhjuk kan bahwa Nabi Musa AS. secara sadar meyakni bahwa Allah SWT. bisa dilihat. Tentu saja dengan menjauh kan (tanzih) Allah SWT. dari hal-hal yang menyerupai makhluk (Allah SWT. tidak bertempat, tidak menempati arah, dan untuk melihat-Nya tidak membutuh kan cahaya). Bagaimana mungkin sosok utusan Allah SWT. yang telah mendapat banyak mukjizat dari-Nya juga telah bercakap langsung dengan-Nya, meminta kepada Allah SWT. sesuatu yang mustahil ada nya? Jika harus memilih di antara dua pendapat yang memboleh kan dan tidak memboleh kan, tentu kita menuruti hal yang di yakini oleh  Nabi Musa AS.

Kedua,  saat diminta demikian oleh Nabi Musa AS, Allah SWT. menjawab لَنْ تَرٰىنِيْ  “Kamu tidak akan melihat-Ku”. Dalam kalimat tersebut, Allah SWT. menegaskan ketidak mambuan atau ketidaksanggupan Nabi Musa AS. untuk melihat-Nya. Bukan menyatakan bahwa dzat-Nya mustahl untuk dilihat. Jika benar Allah SWT. mustanil untuk di lihat maka Allah SWT. akan menjawb permintan Nabi Musa AS,  dengan  لَنْ أُرَى  “aku tidak bisa diiihat”, bukan malah menisbat kan ketidak mapuan pada Nabi Musa AS. dengan firman لَنْ تَرٰىنِيْ  .

Ketiga, dalam ayat tersebut Allah SWT. Menggantung kan keberadaan-Nya kepada keadan gunung, فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ  “Jika ia (gunung) tetap di tempalt nya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Keadaan gunung tetap sebagaina sedia kala adalah hal yang mungkin terjadi, bukan sesuatu yang mustahil ada nya. Oleh karenanya, menjadi hal yang mungkin juga Nabi Musa AS. bisa melihat Allah SWT. Sesuatu yang mungkin disandarkan (memiliki ta’alluq) pada sesuatu yang mungkin juga. Pun sesuatu yang mustahil disandarkan pada sesuatu yang mustahil. Jika ada yang membantah hubungan keduanya (keadaan gunung dengan kemungkinan melihat Allah SWT.) maka hal tersebut sudah terjawab sendiri lewat kalimat setelahnya dalam ayat di atas; فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ جَعَلَهٗ دَكًّا. 

Keempat, Allah SWT. tidak menyangsikan pertanyaan Nabi Musa AS, juga tidak menghukum beliau. Jika permintaan beliau adalah hal yang mustahil dan keluar dari hikmah ilahi, maka sudah sewajarnya Allah SWT. menghukum beliau sebagaimana Nabi Adam AS. dikeluarkan dari surga sebab kesalahan nya memakan buah khuldi.

Keempat poin inilah yang menjadi landasan muslim Ahlusunnah dalam hal kebolehan kita melihat Allah SWT. Yakni bukan hal yang mustahil nanti saat di surga kita akan bertemu dengan-Allah SWT. Tentu saja dalam keaban yang tidak serupa dengan saat kita bertemu dengan makluk di bumi.

Barangkali selama ini kita hanya mencukup kan diri dengan membca Alquran, dengan tidak memakhami kandungan ayat-ayatnya. Yang  mana jika sedikit saja kita mau membaca kandungan ayat-ayat Alquran kita akan menemukan segudang hikmah, tak terkecuali pada ayat-ayat yang mengisahkan kisah Nabi ter dahulu. Secara kasat mata, ayat-ayat qashash (cerita/sejarah) mungkin terkesan minim kandungan sebab hanya mengulas kisah terdahulu. Namun, kenyataannya tidak demikian. Bagaimana kisah percakapan antara Nabi Musa AS. dan Allah SWT. di atas, semakin memahaminya kita akan mendapatkan ketenangan-ketenangan batin yang lebih dalam meyakini keberadaan Allah SWT.

CATEGORIES

kisah

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest Comments